Jarum itu seolah
menjadi sahabat yang paling dekat untuk ku saat ini. Siapa yang salah tak
penting lagi bagiku. kesalahan ayahku di masalalu seakan terkuak. Tak jarang
ayah dan ibu ku menyalah kan dirinya sendiri. Tapi takdir tetap lah menjadi
garis kehidupan. Tak ada yang bisa menghapus suatu garis yang sudah tergores
oleh sang maha pencipta.
Sore ini mungkin
menjadi sore terpedih dalam sejarah hidupku. Diagnosa dokter kembali memvonis
ku pengidap tumor otak atau yang biasa di sebut kanker otak. Aku tak pernah
berfikir ini adalah sesuatu yang berat. Aku menyadari bahwa otak yang ku
gunakan setiap harinya adalah milik-Nya. Aku memang harus pasrah, jika sang
pencipta menginginkan otak yang di titipkan di tubuh ku di isi dengan sel kaker
yang mematikan. Jika tidak dengan berbesar hati, apa lagi yang bisa aku lakukan
selain ini? Mungkin mata yang memandang, menganggap ku orang yang bodoh dan
mudah menyerah. Tapi , di dalam hati ini tersimpan usaha kuat yang membuat ku
masih bernafas sampai detik ini.
Penyakit ini memang
selalu aku rahasiakan dari teman-temanku. Aku tak pernah berfikir teman
seperjuangan ku tau bahwa aku adalah pengidap kanker ganas. Aku tak mau
terlihat lemah. Bahkan ketika jam pelajaran yang sangat berat, sebenarnya tubuh
ini sudah menolak. Otak tak mau menggerakkan saraf-saraf, sehingga terkadang
aku merasa tak mampu. Mungkin aku tidaklah pantas untuk bersaing dengan otak
sehat mereka. Tapi mimpi tetap lah mimpi yang harus di perjuangkan. Aku sadar
dengan kekurangan ku, tapi aku juga sadar dengan arti hidup.
Berbagai rangkaian
pengobatan sudah aku jalani. Mulai dari kemotrapy, radiasi dan sampai pada
pengobatan tradisional. Kegiatan pengobatan memang sangat menyita waktu remaja
ku. Aku seolah kehilangan dunia yang sangat aku cintai. Tak jarang aku sekolah
dengan sisa energi yang sangat limit dari tubuhku. Kadang, aku juga tak mampu
menyerap berbagai mata pelajaran di sekolah yang sangat berat. Aku sedih karena
hal terpenting dalam hidup ku terganggu. Otak adalah pusat dari tubuh. Aku tidak
pernah keberatan jika sang pencipta mengambil bagian dari tubuh ini. Aku hanya
ingin tetap berfikir, tetap bisa duduk diantara teman-teman ku, bisa memilih
universitas favoritku, dan tentu nya tetap bisa menggapai impian ku sebelum
tiba saat nya nyawa ini di ambil.
Semenjak aku mengidap
penyakit ini, memang aku mulai jarang belajar di rumah. Aku sering kali hanya
memperhatikan guru saat menerangkan di sekolah. Syukur, ingatan ku mampu di
andalkan. Aku tak mendapat kesulitan dengan cara belajar ku seperti ini.
Memang aku telah
kehilangan dunia remaja yang sangat indah dalam hidup ini. Boleh kah aku
mengenal sosok malaikat yang mampu
mengurangi beban ku dalam menjalani hari-hari yang berat ini?? Aku hanya
tersenyum ketika sosok malaikat indah menemaniku. Tapi apakah selalu sosok
malaikat itu memeluk ku dengan hangat ? aku hanya bisa berterimakasih dengan
nya. karena aku hanyalah sesosok gadis yang mempunyai nyawa tak tentu. Dan aku
harus siap kapan pun Tuhan memanggilku.
Ayah dan ibuku memang
bisa disebut obat paling mujarab dari keadaan ku yang seperti ini. Mereka
selalu mengusahakan untuk kesembuhanku. Meskipun gagal, tapi mereka tak pernah
menyerah. Meskipun dengan keadaan sakit, ini bukan penghalang untuk
membahagiakan orangtua ku dengan berbagai prestasi. Aku selalu berusaha agar
aku menjadi anak yang membanggakan untuk mereka. Bahkan, jika aku di beri umur
panjang. Aku ingin menggapai cita-cita ku sebagai seorang guru sesuai harapan
orangtua ku. Jika aku di beri kesempatan untuk hidup lebih lama lagi, aku akan
berusaha mewujudkan apa yang di inginkan oleh orangtua ku. Karena tak ada
kebahagiaan di dunia ini, selain melihat Ayah dan Ibu ku tersenyum bahagia
karena ku. J